Pemerintah Kejar Pertumbuhan Industri Manufaktur, Saham-Saham ini Layak Jadi Pilihan

Industri manufaktur menjadi bagian penting dari motor penggerak pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pemerintah, melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengejar target yang cukup agresif untuk mendongkrak pertumbuhan industri manufaktur pada tahun 2024.

Di Tahun Naga Kayu ini, Kemenperin membidik target pertumbuhan industri pengolahan sebesar 5,80%. lebih tinggi dari target tahun 2023 di angka 4,81%. Target tersebut turut mempertimbangkan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur dan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang masih berada dalam fase ekspansi sampai akhir tahun lalu.

Sekadar mengingatkan, PMI Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global bulan Desember berada di posisi 52,2. Sedangkan IKI Desember 2023 mencapai 51,32 poin.

Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih menilai akselerasi industri manufaktur memberikan cerminan ekonomi Indonesia masih cukup solid. Sebab, aktivitas sektor ini cenderung ditopang oleh kokohnya kondisi ekonomi domestik, yang didukung masih tumbuhnya permintaan.

Meski begitu, Ratih mengingatkan kinerja industri tak bisa dilepaskan dari efek makro ekonomi global dan kebijakan moneter terkait tingkat suku bunga. Ratih memberikan catatan, pada tahun lalu perekonomian global dihadapkan pada sejumlah tantangan, di tengah tingkat suku bunga tinggi di berbagai negara.

"Namun, optimisme pelaku usaha meningkat setelah adanya titik terang potensi pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 75 basis points yang diproyeksikan terjadi pada semester II- 2024," kata Ratih kepada Kontan.co.id, Minggu (21/1).

Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan turut memperkirakan tahun 2024 akan lebih kondusif bagi industri manufaktur. Valdy menyoroti katalis penting bagi sektor ini, selain ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter dari The Fed. Pertama, dari faktor global, ada ekspektasi pemulihan permintaan dari China.

Kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diyakini tumbuh di atas 5% pada 2024. Hal tersebut berpotensi menjaga kondisi ekspansi sektor manufaktur domestik, ketika demand global masih dalam fase pemulihan terutama pada semester I-2024.

Pengamat Pasar Modal CSA Insitute David Sutyanto sepakat, kondisi global masih diselimuti sejumlah tantangan sehingga potensi perlambatan ekonomi masih terbuka. Dus, David melihat emiten yang berorientasi pada pasar dalam negeri akan lebih prospektif di tengah target pertumbuhan industri manufaktur.

David melanjutkan, industri manufaktur akan saling terkait dengan tingkat konsumsi masyarakat. Sehingga pertumbuhan industri ada keterkaitan dengan emiten di sektor barang konsumsi, terutama yang memiliki aktivitas produksi.

Ratih menimpali, target pertumbuhan industri pengolahan maupun realisasi investasi yang sedang dikejar oleh pemerintah akan memberikan katalis positif. Terutama bagi emiten di sektor manufaktur, mineral dan metal mining, serta sektor pendukungnya.

Hanya saja, Valdy memberikan catatan bahwa kondisi indeks manufaktur yang ada di zona ekspansif tidak memberikan dampak yang merata bagi setiap sektor usaha. Kondisi ini tergambar dari kinerja sektoral saham di dalam rantai industri yang bervariasi pada tahun lalu.

Analis & Branch Manager Jasa Utama Capital Sekuritas Solo, Robin Haryadi bahkan menilai kinerja industri manufaktur tahun lalu maish cenderung di bawah ekspektasi. Apalagi jika mengacu pada emiten di sektor perindustrian yang mengalami kontraksi.

Secara sektoral, indeks saham sektor perindustrian tercatat minus 6,86% sepanjang 2023. Kinerja saham emiten big caps di sektor industri, yakni PT Astra International Tbk (ASII) juga melandai usai sempat melonjak sampai pertengahan tahun 2023.

Menurut Robin, emiten yang terkait industri manufaktur masih menghadapi sejumlah tantangan di tahun ini. Dia mencontohkan tantangan bagi ASII adalah arus masuk mobil listrik dari China yang berpotensi semakin deras. Sehingga Robin pun menilai ada faktor internal dan eksternal yang akan menentukan arah kinerja emiten terkait industri manufaktur pada 2024.

Terutama dari sisi strategi bisnis masing-masing emiten, serta pemangkasan suku bunga acuan sebagai stimulus bagi iklim usaha."Tergantung seberapa cepat stimulus akan dilaksanakan dan tentunya perlu strategi yang jitu agar dampaknya bisa segera dirasakan," ungkap Robin.

Sebagai strategi investasi, Robin menyarankan pelaku pasar untuk memilah saham yang cenderung tahan banting terhadap situasi makro ekonomi dan tingkat suku bunga yang masih tinggi. Kemudian cermati prospek bisnisnya.

Baca Juga: IHSG Rawan Koreksi pada Senin (22/1), Cermati Rekomendasi Saham Berikut

Robin menilai, emiten di industri kabel cukup menarik diperhatikan menimbang permintaan yang berpotensi tumbuh. Untuk pilihan sahamnya, Robin melirik PT Supreme Cable Manufacturing & Commerce Tbk (SCCO). Dengan posisi harga saham yang masih terkoreksi, Robin menilai ASII tetap layak dikoleksi.

Sebagai trading plan, Ratih menyematkan rekomendasi beli untuk saham PT United Tractors Tbk (UNTR), PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) dan PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA). Sedangkan David memilirik saham di segmen industrial goods seperti UNTR dan PT Impack Pratama Industri Tbk (IMPC).

Sementara itu, Valdy menjagokan saham di sektor barang baku dan barang konsumsi. Saham pilihannya adalah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).


Sumber:kontan.co.id

Komentar